Sabtu, 12 Juli 2014

Makalah Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
“Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam”


Disusun Oleh :
Winni Warniza Az (13210297)

Dosen Pengampu :
Apriyanti M.Pd.I

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2013/2014


Bab 1
Pendahuluan
            Lahirnya modernisasi atau pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan apa saja yang belum di pahami, di terima, atau dilaksanakan oleh penerima pembaharuan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan baik dari segi cara, konsep, dan serangkaian metode yang bias diterapkan dalam rangka menghantarkan keadaan yang lebih baik.
            Dengan demikian, kalau  kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.
            Dengan adanya tokoh  pembaharuan islam di harapkan  perkembangan pendidikan mengenai islam dama berkembang dengan lebih baik lagi sehingga para kaum atau umat muslim di selurh dunia dapat memahami ajaran  islam dengan mudah.
 Hal–hal Yang Melatar Belakangi Pembaharuan Pendidikan Islam.
            Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang hareus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
            Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
            Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
            Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir. 



Bab II
Pembahasan
  1. Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Saudi Arabia
  1. Muhammad bin Abdul Wahab 
            Lahir di nejad (Arab Saudi) pada tahun 1115 H(1703 M) dan wafat di Daryah tahun 1206 H(1793M). Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. 
            Dia adalah seorang ahli teologi agama Islam dan  seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah  menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Dia juga merupakan seorang ulama besar yang produktif, karena buku-buku karangannya tentang islam mencapai puluhan buku,diantaranya buku yang berjudul ”Kitab At-Tauhid” yang isinya tentang pemberantasan  syirik, khurafat, takhayul, dan bid’ah yang  terdapat di kalangan  umat Islam dan mengajak umat Islam agar kembali kepada ajaran tauhid yang murni.
            Muhammad  bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah  seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan  perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan".
            Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
            Dia menempuh berbagai macam cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
            Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh.
            Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ahkhurafat dan takhayul.
            Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di HindiaIndonesiaPakistanAfganistan,Afrika UtaraMaghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
            Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. [1]

















  1. Ibn Taimiyah
                Ibnu Taymiyah yang nama lengkapnya Taqiyudin Abdul Abbas bin abdul Halim bin Abdus salam bin Taimiyah Al Harani Al Hanbali lahir pada tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di Kota Harran, siria. Ibnu Taimiyah pertama kali belajar ilmu agama kepada ayahnya yang bernama Syihabudin yang terkenal alim dalam ilmu hadist dan khatib terkenal di Masjid Damaskus, Siria. Kemudian  ia melanjutkan belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainudin Al Muqaddasy, Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti Makky dan ulama lain di kota Damaskus, Siria.
            Pada masa hidupnya, ibnu taimiyah menyaksikan serbuan pasukan tartar telah menggilis wilayah islam sejak dari tepi sungai Indus sampai sungai eufrat dan terus bergerak maju menuju syam disatu sisi. Sementara di sisi lain untuk Islam sepeninggal Imam Al Ghazali  mengalami kemerosotan kembali yang cukup mengesankan akibat logis dari pertempuran berat dan panjang ketika mengghadapi pasukan tartar selama lima puluh tahun.
Dengannya umat islam dihantui oleh rasa ketakutan dan gemetar dalam hati sanubari mereka.
            Ketika orang-orang Tartar berkuasa dan menanamkan pengaruhnya dikalangan umat para ulama, fuqaha(ahli fiqih) dan para pengusa, moral  dan kemerosotan umat islampun makin menjadi-jadi dan  bahkan  jauh lebih hancur ketimbang masa-masa sebelumnya. Taqlid buta merajalela, sehingga mazhab-mazhab fiqh dan aliran teknologi hampir berubah menjadi agama. Ijtihad  pun berubah menjadi suatu  kemaksiatan, bid’ah dan khurafat disandarkan  pada hukum  syara’ dan  merujuk kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul merupakan suatu dosa yang tidak terampunkan. Dalam  keadaan  seperti ini, masyarakat Islam makin terjerumus pada kebodohan dan kesesatan, sedangkan para ulama hanya memiliki wawasan yang sempit.
            Tidak lama kemudian  munculah  seorang imam dan ulama hadits yang mencoba untuk memperbaiki umat Islam yang tengah dilanda kezaliman dan kebobrokan. Imam tersebut adalah Ibnu Taimiyah. Kegigihan dan  ketinggian semangatnya dalam  mendalami agama  menghantarkannya  pada kedudukan mujtahid mutlak.
·         Ide Pembaharuanya
            Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa Islam dan pembaharuan Islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam Islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok Islam yang termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing.
Adapun ide-ide pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
  1. Pertama, melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.

  1. Kedua, menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.

  1. Ketiga, Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.

  1. Keempat, memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.
            Ijtihad dalam  islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari’ah.[2]














B. Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir
1. Muhammad Ali
            Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses.[3]
            Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja jadilah ia kesenangan Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801.[4] Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan Intervensi Inggris di Mesir.
            Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.[5]
            Kalau diteliti lebih mendalam, maka terkesan bahwa Muhammad Ali walaupun tidak pandai membaca dan menulis, akan tetapi ia seorang yang cerdas, tanpa kecerdasan ia tidak akan mendapat kekuasaan dan tujuan akhirnya adalah untuk menjadi penguasa umat Islam, ia adalah seorang yang ambisius menjadi pimpinan umat Islam. 

            Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada dibawah pengawasan yang ketat.[6] Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau, Montesquieu dna lain-lain, timbullah ide-ide baru mengenai Demokrasi, Parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham pemerintahan republic, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya.
           
            Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847.[7]

Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :
1. Politik luar negeri
Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
2. Politik dalam negeri
a. Membangun kekuatan militer.
b. Bidang pemerintahan.
c. Ekonomi.
d. Pendidikan.

            Sepintas  pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.

       2. PEMBAHARUAN AL-TAHTAWI
            Al-Tahtawi adalah Rifa’ah Badawi Rafi’I, Al-tahtawi lahir pada tahun 1801 M. di Tanta (Mesir Selatan), dan  meninggal di Kairo pada tahun 1873. Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan  pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al- Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam  kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.[8]
            Ia adalah murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-‘Atthar yang banyak mempunyai hubungan dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Perancis yang datang dengan Napoleon ke Mesir. Syaikh Al-Attar  melihat bahwa Tahtawi adalah seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan  tajam  pikirannya, dan oleh karena itu ia selalu memberi dorongan kepadanya untuk senantiasa menambah ilmu pengetahuan. Setelah selesai dari study di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar disana selama dua tahun, kemudian diangkat menjadi imam tentara di tahun 1824. Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi imam  mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad ali ke Paris . Disamping  tugasnya sebagai imam  ia turut pula belajar bahasa Perancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris .[9]

            Buku-buku yang dibaca Al-Tahtawi mencakup berbagai ilmu pengetahuan, dan ujiannya yang terakhir di Paris pun adalah dalam lapangan terjemahan. Sekembalinya di Kairo ia diangkat sebagai guru bahasa Prancis dan penerjemah di sekolah Kedokteran. Di tahun 1836 didirikan “Sekolah Penerjemahan” yang  kemudian diubah  namanya menjadi “Sekolah Bahasa-bahasa Asing”. Bahasa yang diajarkan adalah Arab, Perancis, Turki, Itali dan juga ilmu-ilmu teknik, sejarah serta ilmu bumi. Salah satu  jalan kesejahteraan menurut Al-Tahtawi adalah  berpegang teguh pada agama dan akhlak (budi pekerti) untuk itu pendidikan  merupakan sarana yang penting. 

            Dalam hal agama dan peranan ulama, al-Tahtawi  menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan  mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern.

Diantara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah :[10]
a. Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz
b. Manahijul Bab Al-Mishriyah fi Manahijil Adab al-Ashriyah.

c. Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien.
d. Al-Qaulus sadid fiijtihadi wat taliid.
e. Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il.

3.JAMALUDDIN AL-AFGHANI
            Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al Afghani, dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi hadits yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib
            Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempela­jari bahasa Arab, sejarah, matematika, fil­safat, fiqih dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.
            Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
            Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
            Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak.
            Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.
            Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang pemberontakan.
            Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.
            Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.
            Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).
            Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944.[11]
            Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya
Ide-ide pembaruannya yaitu:
1.   Mengembalikan kejayaan Islam.
2.   Pemerintah yang otokrasi dan absolute harus diganti  dengan pemerintahan yang    demokratis
3.    Kepala Negara harus tunduk kepada undang-undang.
4.    Tidak ada pemisahan antara Negara dengan politik.
5.   Pan Islamisme atau rasa persaudaraan/solidaritas antar umat Islam harus ditingkatkan kembali.[12]












           












  4.PEMBAHARUAN SYEKH MUHAMMAD ABDUH
            Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah orang biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia lahir pada tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu, tetapi sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua (khulafaurrasyidin).[13]
            Orang tuanya sangat memperhatikan terhadap pendidikannya, pada tahun1862 ia dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di mesjid Ahmadi yang terletak di desa Tanta . Hanya dalam waktu enam bulan ia berhenti karena tidak mengerti apa yang diajarkan gurunya. Setelah belajar di Tanta pada tahun 1866 ia meneruskan ke perguruan tinggi di Al-Azhar di Kairo, disinilah ia bertemu dengan Jamaludin al-Afghani dan kemudian ia belajar filsafat di bawah bimbingan Afghani, di masa inilah ia mulai membuat karangan untuk harian al-Ahram yang pada saat itu baru didirikan. Pada tahun 1877 studinya selesai di al-Azhar dengan hasil yang sangat baik dan mendapat gelar Alim. Kemudian ia diangkat menjadi dosen al-Azhar disamping itu ia mengajar di Universitas Darul Ulum.[14]
            Dalam peristiwa pemberontakan Urabi Pasya (1882) Muhammad Abduh  ikut terlibat didalamnya, sehingga ketika pemberontakan berakhir, ia diusir dari Mesir. Dalam pembuangannya ia memilih di Syiria ( Beirut ) di sini ia mendapat kesempatan mengajar pada perguruan tinggi Sultaniah, kurang lebih satu tahun lamanya. Kemudian ia pergi ke Paris atas panggilan Sayyid Jamaludin al-Afghani, yang pada waktu itu tahun1884 sudah berada disana. Muhammad Abduh kebetulan diperkenankan pulang ke Mesir, sedang Jamaluddin mengembara di Eropa kemudian terus ke Moskow.
            Di Mesir Muhammad Abduh diserahi jabatan Mufti Mesir, disamping itu ia diangkat menjadi anggota Majelis Perwakilan (Legilative Council), Muhammad Abduh pernah juga di serahi jabatan hakim Mahkamah, dan di dalam tugas ini ia dikenal sebagai seorang Hakim yang adil.

            Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:[15]
1.Pertama, aspek kebebasan, antara lain; dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya, MuhammadAbduh  memperkecil ruang lingkupnya, yaitu  Nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.
2.Kedua, aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya.

3.Ketiga, aspek keagamaan, dalam masalah in Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu terbuka.
4.Keempat, aspek pendidikan antara lain, al-Azhar mendapatkan perhatian perbaikan, demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.

            Menurut Muhammad Abduh bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan. System menghafal diluar kepala perlu diganti dengan system penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari.[16]




















Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki Usmani
1.Pembaharuan Sultam Mahmud II
            Pembaharuan Pemikiran di turki oleh raja yaitu Sultan Mahmud II sama halnya dengan pembaharuan di mesir , juga di pelopori oleh seorang raja yaitu  Mohamad Ali Pasya Mahmud lahir pada tahun 1705 dan  mempunyai didikan tradisional, antara lain  pengetahuan agama,pengetahuan pemerintahan,sejarah dan satra arab,Persia dan turki. Ia di angkat menjadi sultan di tahun 1807 dan meninggal pada tahun 1839.
            Sultan Mahmud II di kenala sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adapt kebiasaan lama.tradisi aristukrasi ini di langgar oleh Sultan Mahmud II. Ia mengambil sikap demokrasi dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau mengunting pita pada acara-acara resmi.
            Ia juga mengadakan pembaharuan dalam pemerintahan kerajaan usmani. Menurut tradisi kerajaan usmani di kepalai oleh raja yang memiliki kekuasaan duniawi dengan gelar sultan dan kerajaan  rohani dengan gelar khalifah. dengan demikian  raja usmani memiliki dua kekuasaan,yaitu kekuasaan  memerintah Negara dan kekuasan menyiarkan atau menyebarkan agama islam.dalam  melaksanakan kedua kekuasaan tersebut sultan dibantu  oleh sadrazam untuk ursan  pemerintahan dan syekh islam untuk urusan  keagamaan. Kedua pejabat tersebut hanya pelaksana dan juga tidak memiliki hak suara.
            Kedudukan sdrazam di hapus oleh Sultan Mahmud II dan dig anti jabatan pedana mentri Sultan Mahmud II adalah orang pertama yang memisahkan urusan agama dan urusan dunia.
            Sultan Mahmud II juga membuat perubahan dalam bidang pendidikan, di madrasah biasanya di berikan pengetahuan agama.untuk memberikan pengetahuan umum di madrasah masih belum mungkin karena itu, di samping madrasah ia mendirikan sekolah umum yang dis ebut sekolah pengetahuan umum.
            Untuk menyebarkan ide pembaharuannya Sultan Mahmud II menerbitkan surat kabar takvim-I vekayi yang terbit pertama kali pada tahun 1831.pembaharuan yang di lakukan oleh Sultan Mahmud II menjadi dasar bagi usaha pembaharuan di kerajaan usmani sesudahnya.[17]








2.TANZIMAT
            Tanzimat diadakan sebagai kelanjutan usaha-usaha yang dijalankan Sultan Mahmud II. Tanzimat berasal dari Bahasa arab yang berarti mengatur, menyusun, memperbaiki. Di zaman ini diadakan banyak peraturan dan undang-undang baru. Tokoh utama pembaharuan zaman Tanzimat adalah  Mustafa Rasyid Pasya. Ia lahir di Istambul tahun 1800 dan mulanya mengikuti pendidikan di madrasah. Kemudian ia menjadi pegawai pemerintah. Tahun 1834 dikirim sebagai Duta Besar di Paris sehingga menguasai bahasa Prancis dan mengenal ide-ide baru yang dilahirkan Revolusi Prancis. Ia juga menjadi Duta Besar di Negara-negara lain. Lalu diangkat menjadi Menteri Luar Negeri di tahun 1839 dan selanjutnya menjadi Perdana Menteri. Menurut pendapatnya, kemajuan Eropa dihasilkan oleh kemajuan iptek, juga toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama. Antara peradaban Eroba lama dan baru ada hubungan yang tidak terputus.
            Selain Mustafa Rasyid Pasya (1800—M) dan Mustafa Sami, Shadiq Rif’at (1807—M) merupakan figur terkemuka yang menyerukan perlunya jaminan hak-hak asasi bagi warga negara di samping keharusan pemerintah untuk bersikap demokratis dan tidak korupi agar tercipta kemakmuran dan kemajuan.
                     
 3. USMANI MUDA
Ide-ide pembaharuan Tanzimat selanjutnya diusung oleh gerakan Usmani Muda yang kritis terhadap absolutisme kekuasaan kerajaan Turki dengan tokohnya: Ziya Pasya (1825—M) dan Namik Kemal (1840-1888 M). Gerakan pada puncaknya bermaksud menumbangkan kekuasaan Sultan Abdul Hamid yang berakhir kegagalan. Sebab-sebab kegagalannya antara lain:
1.      Ide yang diusungnya tidak sepenuhnya terpahami oleh kalangan istana;
2.      Gerakannya tidak memiliki asas dukungan yang cukup dari kalangan menengah yang bisa menjembataninya berhubungan dengan kalangan lapisan bawah. Jadi cenderung bersifat elitis dan eksklusif;
3.      Tidak adanya kekuatan yang cukup untuk menandingi pilar-pilar kekuasaan Sultan.






4.TURKI MUDA
            Dengan semakin absolutnya kediktatoran Sultan, memicu munculnya kaum oposan dari beragam kalangan. Salah satunya adalah gerakan Turki Muda di bawah kepemimpinan Ahmed Riza, Mehmed Murad dan Pangeran Sihabuddin. Dari ketiga tokoh yang telah akrab bersentuhan dengan ide-ide Barat ini lahir ide-ide rekonstruksi Turki menjadi negara konstitusional dengan struktur yang terdesentralisasi. Jalur pendidikan tetap menjadi prioritas sebagai instrumen perubahan yang vital. Pemuka Turki Muda tersebut kemudian bergabung bersama kalangan militer dan elemen lainnya dalam kelompok Persatuan dan Kemajuan (Ittihad ve Terekki) yang menginisiasi pemberontakan tahun 1908 M.
            Sultan Abdul Hamid akhirnya menerima tuntutan untuk mengadakan pemilu untuk membentuk parlemen yang kemudian diketuai oleh Ahmed Riza. Peristiwa politik tersebut mempengaruhi stabilitas negara, dengan tanpa dukungan dari kelompok ulama konservatif dan tarekat Bektasyi yang berpengaruh, maka Sultan Mehmed V akhirnya naik ke tampuk kekuasaan. Pemilu selanjutnya diadakan kembali tahun 1912 M yang dimenangkan oleh kelompok Ittihad ve Terekki. Kekuasaan selanjutnya dipegang oleh wakil dari kalangan militer di bawah Enver Pasya, Jemal Pasya, dan Talat Pasya. Modernisasi Turki berlangsung kembali di segala aspeknya.

TIGA ALIRAN PEMBAHARUAN
Dari sejarah pembaharuan Turki selanjutnya didapati tiga orientasi gerakan yang berbeda:
1.      Tradisionalis, yang kukuh dengan ide Islamisme dan perlu tegaknya pemerintahan Islam. Tokoh utamanya adalah Mehmed Akif (1870-1938 M),
2.      Nasionalis, yang mengembangkan ide pan-Turkisme yang bercita-cita tegaknya negara Turki yang memiliki identitas kultural otentik yang khas dan berbeda dari masyarakat lainnya. Tokoh sayap gerakan ini adalah Zia Gokalp (1875-1924 M),
3.       “Modernis”, yang bereaksi terhadap kelompok tradisionalis dengan mengusung Islam rasional yang akrab dengan ide-ide Barat. Mereka menyerukan perlunya masyarakat Turki mengambil pola Barat bagi kemajuan negerinya.
Dalam banyak hal ketiga aliran ini memiliki perbedaan pandangan yang khas. Dalam soal institusi kenegaraan misalnya, kaum tradisionalis melihat perlunya negara Islam yang menerapkan hukum-hukum Tuhan. Kaum modernis justru menganjurkan pemisahan antara agama dan negara. Sementara kaum nasionalis lebih melihat pada urgensitas langkah yang dapat mereduksi peran mahkamah syari’ah di bawah Syaikh al-Islam yang terlampau berlebihan.
Dalam bidang ekonomi, kaum modernis menganjurkan adopsi sistem kapitalisme dan liberalisme yang dikecam oleh kaum  tradisionalis sebagai sistem yang sama buruknya dengan sosialisme dan komunisme. Khusus terkait bunga bank, kaum nasionalis tidak sepakat dengan kaum tradisionalis tentang keharamannya. Menurut mereka, yang diharamkan oleh al-Qur’an adalah bunga dalam transaksi jual-beli uang, bukan bunga bank dari menyewakan atau meminjamkan uang.
            Sementara di bidang pendidikan, kaum modernis menuntut kebebasan pendidikan dan mimbar akademik dengan memasukkan materi-materi filsafat, logika dan pengetahuan Barat lainnya. Sisi lain, kaum tradisionalis yang takut erosi terhadap identitas Islam karena pengaruh ilmu-ilmu Barat cenderung mempertahankan sistem pendidikan madrasah. Disini kaum nasionalis lebih berkeinginan membangun sistem pendidikan yang berakar dari nilai-nilai kultural yang asli dari bangsa Turki.
            Khusus mengenai masalah perempuan, kalangan modernis menyerukan ide-ide persamaan hal termasuk menyerang “kerudung” sebagai simbol yang memasung perempuan. Pemahaman ini jelas ditentang keras oleh kalangan tradisionalis. Adapun kaum nasionalis tampaknya berpihak pada pemikiran atas perlunya partisipasi publik bagi perempuan di bidang sosial maupun ekonomi. Soal poligami, kaum nasionalis menyerukan penghapusannya.

5.MUSTAFA KEMAL ATATURK
            Daripada lebel seorang inspirator berdirinya republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia I.
Meski demikian, keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen menjadi sekuler. Lika - liku gerakan pembaruan ( sekularisasi ) Turki yang dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.
            Gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk dimulai dengan penghapusan Kesultanan Usmani pada tahun 1923 dan penghapusan khilafah pada tahun 1924. Lembaga wakaf dihapuskan dan dikuasakan kepada kantor urusan agama. Pada tahun 1925 beberapa thariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian tarbus dilarang. Pada tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan dimulai upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persi. Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama Barat.
            Sedangkan menurut Ajid Thohir, gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal tergambar dalam ideologi kemalisme yang mencakup prinsip-prinsip : republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekularisme, dan revolusionisme. Dalam lapangan agama, Mustafa Kemal membuat  sejumlah kebijakan, seperti pada tahun 1928, ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam mesjid. Orang shalat dengan menggunakan sepatunya, menggunakan  bahasa Turki dalam sholatnya. Dan untuk membuat sholat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi dan  memiliki nilai spiritual, maka mesjid perlu melatih para musikus. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik barat ke dalam mesjid.
Berikut beberapa kebijakan yang dibuat dalam undang-undang pada era rezim Mustafa Kemal adalah :
Undang - undang tentang unifikasi dan sekularisasi pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
Undang - undang tentang kopiyah, tanggal 1925;
Undang - undang tentang pemberhentian petugas jemaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman, tanggal 30 November 1925;
Peraturan sipil tentang perkawinan, tanggal 17 Februari 1926;
Undang - undang penggunaan huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan Arab, tanggal 1 November 1928; dan
Undang - undang tentang larangan menggunakan pakaian asli, tanggal 1934.

            Pada Maret 1924 terjadilah penghapusan wilayah. Karena tidak puas Ataturk melanjutkan wasiat majikannya. Maka pada tahun 1925 keluarlah peraturan yang melarang berbusana islami bagi laki-laki dan perempuan, merubah salam “assalamu’alaikum” dengan anggukan kepala.
            Pada tahun 1928 keluar keputusan  tentang  penghapusan pelajaran  agama, merubah bacaan al-qur’an dan azan dengan bahasa Turki, mengganti huruf arab dengan latin, menyamakan hak waris antara laki-laki dengan wanita. Selain itu ada pula beberapa pembaharuan yang ia lakukan diantaranya :
·         Membolehkan lelaki memakai celana panjang dengan syarat pakai tie dan topi (sesuai dengan kehendak barat) .
·         Beliau pernah menegaskan bahwa “negara tidak akan maju kalau rakyatnya tidak cenderung kepada pakaian modern”
·         Mengarahkan Al-Quran dicetak dalam bahasa Turki .
·         Menukar azan ke dalam bahasa Turki. Bahasa Turki sendiri diubah dengan membuang unsur-unsur Arab dan Parsi.
·         Satu ucapan beliau di bandar Belikesir di mana beliau dengan terang-terangannya mengatakan bahawa agama harus dipisahkan dengan urusan harian dan perlu dihapuskan untuk kemajuan.
·         Agama Islam juga di buang sebagai Agama resmi negara.
·         Mengubah undang-undang perkahwinan berdaftar berdasarkan undang-undang barat.
·         Menukar Masjid Ayasophia kepada museum, ada sebagian masjid dijadikan gereja.
·         Membatalkan undang-undang waris,faraid secara Islam .
·         Menghapus penggunaan kalendar Islam dan menukarkan huruf Arab kepada huruf Latin.
            Selain itu, banyak juga pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kamal dalam menjalankan pemerintahan di Turki, antara lain seperti dalam sidang Majlis Agung Nasional tahun 1920, ia menjadi Ketia Majlis dan hasil dari sidang tersebut antara lain :
Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat Turki.
Majlis Agung nasional merupakan perwakilan rakyat tertinggi.
Majlis Agung Nasional berfungsi sebagai badan legislative dan eksekutif.
Majlis Negara yang anggotanya dipilih dari Majlis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintahan.
            Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan  khilafah yang telah terkorupsi terintangi. Ia dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan Abdul Mejid II, serta berusaha mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kemal Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia melakukan teror untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Kholifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan. Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional. Tepat 3 Maret 1924 M, ia memecat kholifah, membubarkan sistem khilafah, dan menghapuskan sistem Islam dari negara. Hal ini dianggap sebagai titik klimaks revolusi Mustafa Kemal Pasha.
            Gerakan sekularisasi Turki oleh rezim Mustafa Kemal berakhir seiring dengan wafatnya Mustafa Kemal pada tahun 1938. Sungguhpun demikian, sepeninggal Mustafa Kemal Ataturk, posisi presiden Turki digantikan oleh Ismet Inonu, seorang kolega yang sangat setia kepadanya. Dengan demikian, proses sekukarisasi terus berjalan di Turki. Hanya saja, pergantian tampuk pimpinan dalam  rezim pemerintahan ini memberikan peluang bagi konsepsi sistem politik baru bagi negara Turki. Konsepsi politik baru ini terjadi setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1946, yang atas campur tangan pemerintah Amerika Serikat ketika itu yang berusaha mengurangi pengaruh sistem paternalistik dan lebih cenderung menginginkan sistem multi partai. Kondisi ini membuka jalan bagi terbentuknya partai Demokrat ( Democrat Party ) di Republik Turki.
            Dalam sistem politik multi partai inilah, akhirnya pengaruh Partai Republik yang pernah dipimpin oleh Mustafa Kemal, cenderung berkurang. Kecenderungan apresiasi masyarakat Turki terhadap Partai Demokrat lebih didasarkan oleh sikap politik partai ini yang mengusung opini tentang orientasi keagamaan baru yang berbeda daripada orientasi keagamaan di masa rezim Mustafa Kemal bersama Partai Republik-nya.
            Mustapa Kamal merupakan salah satu tokoh pembaharu dan pemikir di Turki. Memulai karir dibidang militer sampia akhirnya ia terjun di kancah politik dengan mengusung Gerakan Nasionalisme dan Westernisme. Tujuan utamanya ialah untuk merubah wajah Turki kepada kemodern-an seperti Bangsa Barat. Hal ini ia lakukan ketika ia memulai karir di kancah politik, sampai membentuk parlemen dan terpilih menjadi Presiden Turki yang pertama. Ada banyak sekali pembaharuan yang telah dilakukan oleh Mustapa Kamal attaturk dalam merubah Turki dari system pemerintahan Kerajaan kepada Turki modern yang bersiste Republik. Selain itu, beliau juga banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran yang diadopsi dari pemikiran Nasionalisme arab dan pemikiran Barat untuk meruibah wajah Turki menjadi modern dan maju.[18]












C. Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di India
1.Pembaharuan Sayyid Ahmad Khan
            Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya Delhi.
            Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India.
            Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India.
            Ketika Inggris menginjakkan kakinya dan menancapkan benderanya di India, kemudian runtuhlah perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan Mongol pada abad ke enambelas Masehi). Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk melemahkan aqidah ummat Islam dan agar mereka (ummat Islam) menganut paham orang-orang Inggris. Tujuan yang lain adalah untuk mempersempit kehidupan ummat Islam dengan mengadakan berbagai penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian maka ummat Islam tidak akan mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan melalaikan kewajibannya. Ketika para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan cara pertama, mereka mempergunakan cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan untuk menghilangkan Agama Islam dari India, sebab mereka hanya takut menghadapi kaum muslimin yang kehilangan pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang bernama Sayyid Ahmad Khan (gelar bangsawan di India) mendekati penjajah Inggris untuk meraih keuntungan. Mulai dia melangkah untuk meninggalkan agamanya (Islam) dan menganut agama yang dipeluk oleh bangsa Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku dimana ia menyatakan bahwa Taurat dan Injil tidak pernah diubah-ubah oleh tangan manusia, untuk mendapatkan pangkat dari tangan penjajah. Orang Inggris tidak percaya kepadanya sehingga ia benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah “seorang Kristen”.
            Ia sadar bahwa usahanya yang hina ini sia-sia belaka dan ia tidak mampu mengubah agama penganut Islam kecuali beberapa orang saja. Maka ia memulai cara lain dalam pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan memecah belah persatuan ummat Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang naturalis ateis dan menyatakan bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam (nature) dan bahwa alam ini tidak ada Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan bahwa semua Nabi adalah naturalis, tidak percaya kepada Tuhan yang membuat undang-undang. Pemerintah Inggris merasa bahagia dengan usahanya itu, dan melihat bahwa cara tersebut adalah yang paling baik untuk merusak hati kaum Muslimin. Mereka menghormati dan menjunjung Ahmad Khan dan membantu dia untuk mendirikan sekolah di Alighar dengan nama sekolah “Muhammadiyin”, sebagai perangkap untuk menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan dididik menurut pemikiran Ahmad Khan.
            Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an, dimana ia banyak mengubah maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah bernama Tahdzibul-Akhlaq yang isinya hanya membingungkan pikiran kaum Muslimin dan memecah belah mereka serta menyalakan api permusuhan antara ummat Islam India dan yang lain, khususnya warga kerajaan Ottoman. Secara terus terang ia menghilangkan seluruh agama yang ada, namun pada hakekatnya agama Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke “alam”, dengan alasan bahwa bangsa Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak akan memiliki ilmu pengetahuan, kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi kecuali dengan membuang agama dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya, yaitu menyelidiki nature (alam). Itulah pendapatnya.
            Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
            Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia melemahkan kewajiban jihad pada masa yang akan datang. Dan ayat yang berhubungan dengan Ahlul Kitab, ia tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul kitab dan ummat Islam. Ia mengajak kerja sama antara orang-orang Islam dan orang-orang Barat, ia mengajak kepada Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang dianjurkan oleh semua agama samawi). Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan negara, bangsa, agama, dan paham. Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di bidang politik dan pendidikan disertai motivasi pembaharuan agama.
Sayyid Ahmad Khan yang kemudian dihujat dan dicap kafir oleh para ulama’ Makkah, beliau tidak langsung putus asa dalam memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau tidak menggubrisnya. Sementara menurut cendekiawan muda Muslim India, beliau diagungkan karena memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari keterpurukan.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang terkuat di India dan menentang kekuasaan, itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindhu India.
Jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk itu Ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. diantara sebab-sebab yang ia sebut adalah yang berikut:
1. Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan-perguruan tinggi.
2. Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat, hal yang membawa kepada:
· Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka anggap Inggris datang untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.
· Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
· Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India, membawa kepada akibat yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan sementara itu anjuran supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggris untuk menjalin hubungan baik antara orang Inggris dan umat Islam. Agar umat Islam dapat ditolong dari kemundurannya, telah dapat diwujudkan dimasa hidupnya.
Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut :
1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan lenyap.
3. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4. Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
 Usaha-usaha yang dicapai oleh Sayyid Ahmad Khan.
            Sebagai telah tersebut diatas, jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Dan agar yang tersebut akhir ini dapat dicapai sikap mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah terlebih dahulu.
            Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
            Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India.[19]

Biografi Shah Waliullah (1703-1762)
            Nama lengkap Nya Shah Waliullah Qutbuddin Ahmad dan dia lahir di Phulat, sebuah kota di Muzaffarnagar , Uttar Pradesh , India pada tanggal 21 Februari 1703. Shah Waliullah adalah keturunan dari suku Arab Quraisy. Dari pihak ayah  silsilahnya dapat ditelusuri sampai kepada khalifah kedua Islam, Umar . Ayahnya, Shah  Abdur Rahim , menamai anaknya Qutbuddin Ahmad. Dia dijuluki sebagai 'Shah Waliullah' yang berarti "sahabat Allah", karena kesalehan yang ia miliki. Dia adalah pengikut dari Ahlus Sunnah wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.  Konon dia juga merupakan keturunan Ulama besar India Mujaddid Alfi Sani Syeikh Ahmad Sirhindi. Banyak kalangan genius lahir dari keluarga ini yang merupakan para Ulama dan tokoh Sufi dan yang telah mewarnai kehidupan Islami Muslim India.                                                            
            Dia seorang yang cerdas. Di masa muda dia belajar pada ayahnya di Madrasah Rahimiyya dan kemudian pada banyak sarjana Delhi. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Qur'an pada usia tujuh.Setelah itu, ia memulai pelajaran dasar di Persia dan Arab , yang diselesaikan dalam setahun. Kemudian, ia mempelajari tata bahasadan sintaks dari Persia dan Arab. Ia menyelesaikan studinya di filsafat dan teologi pada usia lima belas.  Dia belajar sastra Arab dan Persia dan juga mempelajari ilmu sosial dengan mengkaji Sejarah Dunia-nya Ibnu Khaldun  termasuk juga mempelajari politik. Inilah mengapa, kendatipun dia seorang sarjana dan ulama konservatif besar, tulisan-tulisannya mengandung gagasan politik segar dan pandangan tajam dalam menganalisa problema politik India dan dunia Islam. Setelah itu, ia dilantik sebagai guru pembimbing umat melalui tradisi bay'at oleh ayahnya, ia diijinkan untuk memberikan bimbingan rohani untuk sesama Muslim selain juga menjadi seorang ahli Hadits. Pada saat kematian ayahnya, Shah Waliullah berusia 17 tahun dan menggantikan ayahnya sebagai pengajar di madrasah Rahimiyah. Dia menjadikan madrasah Rahimiya itu menjadi institusi ideal dengan pengajaran yang berdedikasi dan sistem pendidikan yang direformasi. Dia memegang posisi ini selama dua belas tahun.
            Kemudian, pada 1731, Shah Waliullah melakukan Haji . Dia mencapai Makkah pada 21 Mei dan melakukanhaji , setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Madinah . Di sana, ia menghadiri majelis hadist yang diampu Syaikh Abu Tahir Muhammad bin Ibrahim Kurdi Madani. Shah Waliullah juga mempelajari Kutub al-Sittah, dan Muwatta’ Imam Malik, . Setelah itu, ia kembali ke Makkah , dan kembali melakukan Haji. Di Mekkah, ia kembali  mempelajari Al-Muwatta Imam Malik untuk kedua kalinya di bawah bimbingan Shaikh Wafadullah Maliki Makki , dan menghadiri majelis Kutub al-Sittah Syaikh Tajuddin Hanafi Qala'i Makki. Kemudian, ia diijinkan untuk mengajar semua kitabs dari hadits oleh Syaikh Tajuddin.Setelah itu, Shah Waliullah kembali ke India . Perjalanan kembali ke India berlangsung enam bulan dan ia mencapai Delhi pada tanggal 1 Januari 1733.
            Sekembalinya ke Delhi , ia memulai pekerjaannya sebagai pengajar dengan sungguh-sungguh. Ini terjadi pada periode ketika umat Islam di India sedang melewati fase paling kritis dari sejarah mereka. Seluruh tatanan sosial, struktur politik, ekonomi dan spiritual masyarakat Muslim India hancur berkeping-keping. Setibanya di Delhi, ia mulai mengajar murid-muridnya berbagai pengetahuan Islam. Misinya adalah memberi mereka pencerahan akan ajaran sejati Islam. Dia memulai pada tugas karya authoring standar pada Islam dan mampu menyelesaikan sejumlah karya tentang Islam.
            Shah Waliullah naik menjadi ulama terkemuka dari studi Islam . Ia adalah tokoh intelektual terkemuka yang memiliki misi mereformasi umat Islam yang dilihatnya telah jauh meninggalkan agama mereka. Kegiatannya tidak terbatas pada bidang spiritual dan intelektual saja. Ia hidup di masa sulit dan menyaksikan sejumlah pergolakan politik dan pergantian kekuasaan di Delhi. Dengan wawasan yang tajam politiknya, ia mengamati kerusakan kekuasaan Islam di India dan menulis kepada sejumlah tokoh politik untuk mencoba untuk meningkatkan kehidupan politik umat Islam di India. Dia mendirikan beberapa cabang Madrasah Rahimiyah di Delhi agar dapat secara efektif menyebarkan pengetahuannya.
            Pada tahun 1737 dia menterjemah Quran ke bahasa Persia untuk pertama kalinya di India. Karena hal ini para Ulama Delhi berkampanye menentangnya dan dia terpaksa meninggalkan Delhi untuk sementara. Putranya, Abdul Qodir, menterjemah Quran ke Urdu untuk pertama kali di India. Berdasarkan terjemahan Urdu inilah Girish Chandra Sen dari Bengal menterjemahkan Quran ke bahasa Bengal untuk pertama kalinya.
            Tetapi Shah Waliullah tidak lupa pada situasi politik yang sedang terjadi di sekitarnya. Dinasti Mughal kehilangan kendali mereka dengan cepat, kelompok Sikh, Maratha, dll mulai bangkit, sedang Inggris dan Prancis mulai menanamkan kekuatannya - semua ini membuatnya tidak tenang. Dia khususnya merasa malu melihat kejatuhan Muslim secara politis, agama dan sosial, dan karenanya dia berpidato dan berceramah untuk mendorong Muslim melakukan jihad sebagai bangsa yang bermartabat. Dua dari bukunya yang penting dalam hal ini yaitu 'Fuyuz al-Haramayn' (Kemenangan Makkah dan Madinah) dan 'Tafhima al-Ilahiya' (Memahami Tuhan) adalah buah karyanya hasil refleksi keprihatinannya terhadap nasib umat Islam yang menyedihkan.
             Ide-idenya yang berapi-api inilah yang kemudian memberi inspirasi, ketika sejumlah reformis Muslim tampil di India untuk mengingatkan umat Islam untuk berjuang menentang kejahatan. Dia sepakat atas kepedulian kalangan Wahabi dari Saudi Arabia untuk membasmi segala bentuk bid'ah dan tradisi Hindu yang mengakar di kalangan Muslim. Pada waktu itu tidak ada figur yang seperti dia, yang dapat mengajak umat Islam dengan memberi penafsiran Quran dan Hadits secara benar. Dia memberikan penjelasan tentang jihad dan mengilhami umat Islam seluruh India untuk berjuang menentang kejahatan dan penindas.

Pemikiran Syah Waliullah
            Pemikiran Syah Waliyullah amat berpengaruh lama dunia Islam. Di India sendiri, pengaruhnya disebarkan menerusi murid dan anak-anaknya, terutama anak sulungnya, Syah Abdul Aziz. Shah Waliullah mengikuti tradisi Al-Ghazali dan Imam Shatibi dalam mengkombinasikan esensi Syariah, pengertiannya, perkembangan dan interpretasinya pada isu-isu dan berbagai problema kehidupan. Dia sebagaimana Al-Ghazali menggunakan akhirat sebagai poin penjelasan atas hubungan antara eksistensi duniawi dan Akhirat. Bagi Waliullah, urusan dunia tidak dapat disepelekan begitu saja, akan tetapi harus diseimbangkan dengan akhirat. Mengikuti al-Ghazali, dunia ditempatkan sebagai jalan (wasilah) menuju akhirat. Mengamini pendapat al-Shatibi, Waliullah memandang agama bukan sekedar simbol formalitas belaka. Di balik semua ritus formal yang kaku, ada banyak hikmah-hikmah diturunkannya syariat (maqashid syariah), dan itulah yang esensi sesunggunya ajaran Islam. Afiliasinya ke ordo sufistik juga mempengaruhi Waliullah untuk tidak semata-mata melihat agama dari kacamata formalis yang rigid dan kaku.  
            Sebagai seorang intelektual yang hidup di masa kemunduran umat Islam, Waliullah berupaya untuk membangkitkan kembali kesadaran umat Islam. Krisis multidimensional yang melanda umat Islam membuat mereka terpuruk nyaris di seluruh lini kehidupan. Kelemahan umat Islam, menurut Waliullah terletak pada ketiadaan persatuan diantara umat. Perpecahan yang timbul di kalangan umat Islam adalah akibat banyaknya sekte-sekte dan mazhab-mazhab yang melakukan upaya monopoli kebenaran. Dari klaim kebenaran absolut yang dikumandangkan sekte-sekte tersebut terjadilah pertentangan dan pertumpahan darah diantara sesama muslim. Pertentangan antara Syiah melawan Sunni, Muktazilah dengan Asyariyah dan Maturidiyah, kaum sufi dan kalangan formalis adalah beberapa contoh pertentangan yang memperlemah kedudukan umat Islam. Untuk mengatasi hal tersebut, Waliullah menyerukan persatuan seluruh umat Islam, tidak peduli apapun sektenya. Karena itu, Waliullah menerima eksistensi kaum Syiah di tengah-tengah umat Islam lainnya. Meskipun mendapat banyak kecaman dari kalangan konservatif , Ia tetap menegaskan pandangannya bahwa mereka (Syiah) memiliki kedudukan yang sama dengan Sunni dalam tradisi Islam. Prestasi lain Waliullah adalah keberhasilannya mendamaikan pandangan wahdatul wujud Ibnu Arabi, dan wahdatul syuhud Ahmad Sirhindi. Upayanya tersebut didorong oleh pandangannya yang enggan melihat gerakan sufi yang terlampau ekstrim. Afiliasinya kepada ordo sufistik ortodoks membuatnya membenci tarekat sufi yang menyimpang maupun pandangan sufi yang ekstrim. Baginya, tasawuf harus dikembalikan kepada batasan-batasan yang diberikan oleh al-Quran.
            Sebab lain yang membuat kemunduran umat Islam adalah masuknya adat istiadat bukan Islam  yang kemudian dianggap bagian dari ajaran Islam. Menurutnya, umat Islam India banyak sekali dipengaruhi adat-istiadat Hindu. Oleh karena itu ia sependapat dengan Muhammad bin Abd al-Wahab bahwa keyakinan umat Islam harus dibersihkan dari tahayul, bid’ah dan khurafat semacam itu.  Syah Waliullah menyajikan Islam dalam bentuknya yang otentik –seperti Islam pada 2 abad pertama dari kemunculannya- dan membuang semua tambahan (bid’ah) tak perlu yang muncul pada abad-abad sesudahnya.
            Mengikuti jejak dua pemikir besar Islam, al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Syah Waliullah sangat menentang taklid dan menganjurkan untuk melakukan optimalisasi fungsi akal. Dengan melakukan taklid, umat Islam tidak akan menemukan solusi keluar dari krisis multidimensi, karena hanya mengekor pendapat ulama terdahulu yang memiliki konteks sejarah dan tantangan zaman yang berbeda dengan umat Islam di India ketika itu. Untuk memecahkan persoalan ini Waliullah menyerukan dibukanya pintu ijtihad agar umat Islam terdorong menggunakan akalnya untuk memahami al-Quran dan dalam rangka memecahkan problema sosial yang dihadapi. Untuk memahami al-Quran, perlu mempelajari latar belakang sosial masyarakat Arab ketika itu, disamping juga memperhatikan sebab-sebab khusus diturunkannya suatu ayat (asbab al-nuzul) untuk kemudian dikontekstualisasikan dengan realitas dimana umat Islam tinggal. Tanpa ijtihad, semua itu tak akan pernah tercapai.
            Dalam rangka mensukseskan gerakan purifikasi agama yang ia canangkan, Syah Waliullah memberikan pembedaan epistemologis antara dua bentuk Islam; universal dan lokal. Menurutnya, Islam universal mengandung konsepsi umum, dasar-dasar pokok dan esensi dasar dari ajaran islam. Sementara itu Islam lokal adalah bentuk Islam yang kental dipengaruhi corak lokal. Keduanya bukanlah dua entitas yang berbeda, sebaliknya dengan adanya lokalitas, ajaran Islam lebih mudah dipahami karena diadaptasikan dengan kulur lokal yang akrab di telinga masyarakat. Dan inilah sesunggunya keunggulan Islam.
            Untuk lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat lokal, Waliullah mengambil inisiatif untuk menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Persia yang banyak dipakai di kalangan Islam terpelajar di India ketika itu. Meskipun dikecam banyak kalangan karena penerjemahan al-Quran ketika itu masih dianggap tabu, Waliullah tetap dalam misinya tersebut. Baginya, sia-sia belaka apabila umat Islam membaca sesuatu yang tidak ia pahami kandungannya.
            Di bidang sosial-ekonomi, Waliullah memiliki konsep yang membela kaum miskin tertindas. Gagasan inti konsep tersebut terpusat pada distribusi kekayaan negara secara merata. Ia menolak keras praktek monopoli yang menyebabkan larinya kekayaan ke tangan segelintir orang, sementara sebagian besar lainnya berada di bawah garis kemiskinan. Dengan konsep ini Waliullah berharap fenomena ketimpangan dan ketidakadilan sosial dapat teratasi.
            Shah Waliullah memiliki seorang putra dan 5 putri dari istri pertamanya. Istri keduanya memberinya empat putra: Shah Abdul Aziz Muhaddis Dehlvi, Shah Rafiuddin, Shah Abdul Qadir, dan Shah Abdul Ghani. Pada tanggal 20 Agustus 1762, Shah Waliullah meninggal dan dimakamkan di pemakaman Munhadian, di samping pusara ayahnya. Perjuangannya kemudian dilanjutkan oleh putranya, Syah Abdul Aziz (1746-1824), dan cucunya Ismail (1781-1831).[20]





Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembaharuan Pendidikan Islam sangat banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sistem pembaharuannya. Yang menjadi tolak ukur bagi kita untuk kedepan nya dalam mengembangkan atau menlanjutkan pergerakan mereka di dalam bidang Pendidikan islam .
Di antara lain :
  1. Pembaharuan saudi arabia
a.       Ibn Taimiyah
b.       Muhammad  Ibn Abd Al Wahab

  1. Pembaharuan di Mesir
a.       Muhammad Ali
b.      Jamaludin al-Afghani
c.       Al tahtawi
d.      Muhammad Abduh

  1. Pembaharuan di Turki
a.       Sultan Mahmud II
  1. Pembaharuan di India
a.       Syah Waliullah
b.       Sayyid Ahmad Khan







Daftar Pustaka
Asmuni, Yusran, 1998, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam dunia Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta 
Nasution, Harun, 2003, Pembaharuan Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta . 
Asmuni, Yusran, 1998, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam dunia Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta .
Syah Waliullah al-Dihlawi, Pengetahuan Suci, terj. (Surabaya: Risalah Gusti, 2002).



[1] http://mawarper1.blogspot.com/2013/03/tokoh-gerakan-pembaharuan-islam.html
[2] http://mawarper1.blogspot.com/2013/03/tokoh-gerakan-pembaharuan-islam.html
[3] Drs. H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta , hlm. 69.
[4] Ibid.
[5] Ibid, hlm. 71.
[6] Harun Nasution, Op. Cit, hlm. 30-31.
[7] Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 71-72
[8]  Harun Nasution, Op. Cit, hlm. 34.
[9] Ibid, hlm, 34-35.
[10] Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 76.
[11] Dr. Ali Mufrodi, Op. Cit. hlm. 155-156.
[13] Dr. Ali mufrodi, Op. Cit, hlm. 159.
[14] Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 79
[15] Ibid, hlm. 80-82.
[16] Ibid.
[17] http://kampinfo.blogspot.com/2012/10/pembaharuan-islam-modern-di-turki.html SENIN 17 Maret 2014
[18] Dhabith Tarki Sabiq. 2008. Kamal Attaturk, Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiyah. Senayan Publishing. Jakarta.
[19] H.A. Ali, Mukhti, Aliran Pemikiran Modern dalam Islam di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,1993


[20] Syah Waliullah al-Dihlawi, Pengetahuan Suci, terj. (Surabaya: Risalah Gusti, 2002).