SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM
“Tokoh-Tokoh
Pembaruan Pendidikan Islam”
Disusun
Oleh :
Winni
Warniza Az (13210297)
Dosen
Pengampu :
Apriyanti
M.Pd.I
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
IAIN
RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN
AKADEMIK 2013/2014
Bab
1
Pendahuluan
Lahirnya modernisasi atau pembaharuan di sebuah tempat
akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan apa saja yang
belum di pahami, di terima, atau dilaksanakan oleh penerima pembaharuan
sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan baik dari segi
cara, konsep, dan serangkaian metode yang bias diterapkan dalam rangka
menghantarkan keadaan yang lebih baik.
Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan
Islam akan memberi pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses
perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang
tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional, dan professional sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.
Dengan adanya tokoh
pembaharuan islam di harapkan
perkembangan pendidikan mengenai islam dama berkembang dengan lebih baik
lagi sehingga para kaum atau umat muslim di selurh dunia dapat memahami
ajaran islam dengan mudah.
Hal–hal Yang Melatar Belakangi Pembaharuan
Pendidikan Islam.
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh
kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai
satu kesatuan ilmu yang hareus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan
lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang
pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis
umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul –
betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim
yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat
juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling
tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar
secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini
dirasakan akan bisa terminimalisir.
Bab
II
Pembahasan
- Tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Saudi Arabia
- Muhammad
bin Abdul Wahab
Lahir di nejad (Arab Saudi) pada tahun 1115 H(1703 M) dan wafat di
Daryah tahun 1206 H(1793M). Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin ʿAbd
al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin
Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.
Dia adalah
seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang
pernah menjabat sebagai mufti Daulah
Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.
Dia juga merupakan seorang ulama besar yang produktif, karena buku-buku
karangannya tentang islam mencapai puluhan buku,diantaranya buku yang berjudul
”Kitab At-Tauhid” yang isinya tentang pemberantasan syirik, khurafat, takhayul, dan bid’ah yang terdapat di kalangan umat Islam dan mengajak umat Islam agar
kembali kepada ajaran tauhid yang murni.
Muhammad bin ʿAbd
al-Wahhāb, adalah seorang ulama berusaha
membangkitkan kembali pergerakan perjuangan
Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak
disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka
adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih
memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang
berarti "satu Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung
dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya
terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran
Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan
salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Ia tumbuh dan dibesarkan
dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di
lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat
Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan
agama.
Dia menempuh berbagai macam
cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang
dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan
dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan
besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya
kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham
bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan
penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh
penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh.
Di dalam surat-surat itu, beliau
menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam
negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan takhayul.
Berkat hubungan surat menyurat
Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan
kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya,
hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak
kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia,
seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan,Afrika Utara, Maghribi,
Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Muhammad bin `Abdul Wahab telah
menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya
diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi
sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin
Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal
1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. [1]
- Ibn Taimiyah
Ibnu
Taymiyah yang nama lengkapnya Taqiyudin Abdul Abbas bin abdul Halim bin Abdus
salam bin Taimiyah Al Harani Al Hanbali lahir pada tanggal 22 januari 1263
Miladiyah di Kota Harran, siria. Ibnu Taimiyah pertama kali belajar ilmu agama
kepada ayahnya yang bernama Syihabudin yang terkenal alim dalam ilmu hadist dan
khatib terkenal di Masjid Damaskus, Siria. Kemudian ia melanjutkan belajar kepada beberapa ulama
terkenal seperti Zainudin Al Muqaddasy, Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti
Makky dan ulama lain di kota Damaskus, Siria.
Pada masa hidupnya, ibnu taimiyah menyaksikan serbuan pasukan tartar telah
menggilis wilayah islam sejak dari tepi sungai Indus sampai sungai eufrat dan
terus bergerak maju menuju syam disatu sisi. Sementara di sisi lain untuk Islam
sepeninggal Imam Al Ghazali mengalami
kemerosotan kembali yang cukup mengesankan akibat logis dari pertempuran berat
dan panjang ketika mengghadapi pasukan tartar selama lima puluh tahun.
Dengannya umat islam
dihantui oleh rasa ketakutan dan gemetar dalam hati sanubari mereka.
Ketika orang-orang Tartar berkuasa dan menanamkan
pengaruhnya dikalangan umat para ulama, fuqaha(ahli fiqih) dan para pengusa,
moral dan kemerosotan umat islampun makin menjadi-jadi dan bahkan jauh
lebih hancur ketimbang masa-masa sebelumnya. Taqlid buta merajalela, sehingga
mazhab-mazhab fiqh dan aliran teknologi hampir berubah menjadi agama. Ijtihad pun berubah menjadi
suatu kemaksiatan, bid’ah dan khurafat disandarkan pada hukum syara’ dan merujuk kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul
merupakan suatu dosa yang tidak terampunkan. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat Islam makin terjerumus
pada kebodohan dan kesesatan, sedangkan para ulama hanya memiliki wawasan yang
sempit.
Tidak lama kemudian munculah seorang imam dan ulama hadits yang mencoba
untuk memperbaiki umat Islam yang tengah dilanda kezaliman dan kebobrokan. Imam
tersebut adalah Ibnu Taimiyah. Kegigihan dan ketinggian semangatnya dalam mendalami agama menghantarkannya pada kedudukan mujtahid mutlak.
·
Ide
Pembaharuanya
Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan
bahwa Islam dan pembaharuan Islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan
sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan
perkembangan dalam Islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang
pada ajaran pokok Islam yang termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni,
yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing.
Adapun ide-ide
pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
- Pertama,
melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa
yang telah dilakukan oleh imam gazali.
- Kedua,
menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah
islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan
bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali
mempergunakan istilah-istilah logika.
- Ketiga,
Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan
lebih dari itu.
- Keempat,
memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan
dekadensi moral.
Ijtihad dalam islam memegang peran yang
sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi
dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan
prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang
bersinambungan didalam syari’ah.[2]
B.
Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir
1.
Muhammad Ali
Muhammad Ali, adalah
seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan
meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya bekerja sebagai seorang
penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tak
memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai
menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia
adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya
baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses.[3]
Setelah dewasa,
Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja
jadilah ia kesenangan Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah
kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan
menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon
ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah
Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801.[4] Rakyat
Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari tentara
Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan
mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya
tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat
mematahkan Intervensi Inggris di Mesir.
Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan
pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang
masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan
demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama
kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator.
Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya,
Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan
menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya
menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan
di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para
jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali
di Mesir.[5]
Kalau diteliti lebih mendalam, maka terkesan bahwa
Muhammad Ali walaupun tidak pandai membaca dan menulis, akan tetapi ia seorang
yang cerdas, tanpa kecerdasan ia tidak akan mendapat kekuasaan dan tujuan
akhirnya adalah untuk menjadi penguasa umat Islam, ia adalah seorang yang
ambisius menjadi pimpinan umat Islam.
Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki
Muhammad Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer
dan perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin
orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu
baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada dibawah pengawasan
yang ketat.[6]
Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui
bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat
seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau, Montesquieu dna lain-lain,
timbullah ide-ide baru mengenai Demokrasi, Parlemen, pemilihan wakil rakyat,
paham pemerintahan republic, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya.
Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru
ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu
bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang
tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka
dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya
terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara
bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di
tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara
lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa
diterjemahkan lagi tahun 1847.[7]
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :
1. Politik luar negeri
Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
2. Politik dalam negeri
a. Membangun kekuatan militer.
b. Bidang pemerintahan.
c. Ekonomi.
d. Pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :
1. Politik luar negeri
Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
2. Politik dalam negeri
a. Membangun kekuatan militer.
b. Bidang pemerintahan.
c. Ekonomi.
d. Pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
2.
PEMBAHARUAN AL-TAHTAWI
Al-Tahtawi
adalah Rifa’ah Badawi Rafi’I, Al-tahtawi lahir pada tahun 1801 M. di Tanta
(Mesir Selatan), dan meninggal di Kairo
pada tahun 1873. Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar
pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al- Tahtawi
turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di
Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa
belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut
ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.[8]
Ia adalah murid
kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-‘Atthar yang banyak mempunyai hubungan
dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Perancis yang datang dengan Napoleon ke
Mesir. Syaikh Al-Attar melihat bahwa
Tahtawi adalah seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan tajam pikirannya,
dan oleh karena itu ia selalu memberi dorongan kepadanya untuk senantiasa
menambah ilmu pengetahuan. Setelah selesai dari study di Al-Azhar, Al-Tahtawi
mengajar disana selama dua tahun, kemudian diangkat menjadi imam tentara di
tahun 1824. Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad ali
ke Paris . Disamping tugasnya sebagai
imam ia turut pula belajar bahasa
Perancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris .[9]
Buku-buku yang dibaca Al-Tahtawi mencakup berbagai ilmu pengetahuan, dan ujiannya yang terakhir di Paris pun adalah dalam lapangan terjemahan. Sekembalinya di Kairo ia diangkat sebagai guru bahasa Prancis dan penerjemah di sekolah Kedokteran. Di tahun 1836 didirikan “Sekolah Penerjemahan” yang kemudian diubah namanya menjadi “Sekolah Bahasa-bahasa Asing”. Bahasa yang diajarkan adalah Arab, Perancis, Turki, Itali dan juga ilmu-ilmu teknik, sejarah serta ilmu bumi. Salah satu jalan kesejahteraan menurut Al-Tahtawi adalah berpegang teguh pada agama dan akhlak (budi pekerti) untuk itu pendidikan merupakan sarana yang penting.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al-Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern.
Diantara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah :[10]
a. Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz
b. Manahijul Bab Al-Mishriyah fi Manahijil Adab al-Ashriyah.
c. Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien.
d. Al-Qaulus sadid fiijtihadi wat taliid.
e. Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il.
3.JAMALUDDIN
AL-AFGHANI
Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al
Afghani, dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838
M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang
nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi hadits yang
masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina
Husain bin Ali bin Abi Thalib
Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan
kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab, sejarah,
matematika, filsafat, fiqih dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada usia 18
tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi
filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika.
Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap
ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.
Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu
pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani
mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India,
negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian
kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika
Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi
di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini,
dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun,
Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini
ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian
menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad
sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung
rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh
ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk
melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi
perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui
Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke
India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi
tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang
berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan
pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir
Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak.
Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa
Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang
mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari
Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani
mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas
Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi.
Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani.
Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.
Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua
kalinya. Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera
mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum
nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi oleh
pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang pemberontakan.
Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah
berada dalam perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia
berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang
ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.
Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal
selama empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar
ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil
dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin pencetakan Al-Quran ke dalam
bahasa Rusia.
Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang
keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak memiliki
rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris,
Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).
Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena
kanker yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada
tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana. Jasadnya
dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944.[11]
Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah,
Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal
akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan
untuk membinasakannya
Ide-ide pembaruannya
yaitu:
1. Mengembalikan
kejayaan Islam.
2. Pemerintah
yang otokrasi dan absolute harus diganti dengan pemerintahan yang demokratis
3. Kepala
Negara harus tunduk kepada undang-undang.
4. Tidak
ada pemisahan antara Negara dengan politik.
5. Pan
Islamisme atau rasa persaudaraan/solidaritas antar umat Islam harus
ditingkatkan kembali.[12]
4.PEMBAHARUAN
SYEKH MUHAMMAD ABDUH
Muhammad
Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah orang biasa
yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia lahir pada
tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu, tetapi
sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh ibn
Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai
keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua (khulafaurrasyidin).[13]
Orang tuanya sangat
memperhatikan terhadap pendidikannya, pada tahun1862 ia dikirim oleh ayahnya ke
perguruan agama di mesjid Ahmadi yang terletak di desa Tanta . Hanya dalam
waktu enam bulan ia berhenti karena tidak mengerti apa yang diajarkan gurunya.
Setelah belajar di Tanta pada tahun 1866 ia meneruskan ke perguruan tinggi di
Al-Azhar di Kairo, disinilah ia bertemu dengan Jamaludin al-Afghani dan
kemudian ia belajar filsafat di bawah bimbingan Afghani, di masa inilah ia
mulai membuat karangan untuk harian al-Ahram yang pada saat itu baru didirikan.
Pada tahun 1877 studinya selesai di al-Azhar dengan hasil yang sangat baik dan
mendapat gelar Alim. Kemudian ia diangkat menjadi dosen al-Azhar disamping itu ia
mengajar di Universitas Darul Ulum.[14]
Dalam peristiwa
pemberontakan Urabi Pasya (1882) Muhammad Abduh ikut
terlibat didalamnya, sehingga ketika pemberontakan berakhir, ia diusir dari
Mesir. Dalam pembuangannya ia memilih di Syiria ( Beirut ) di sini ia mendapat
kesempatan mengajar pada perguruan tinggi Sultaniah, kurang lebih satu tahun
lamanya. Kemudian ia pergi ke Paris atas panggilan Sayyid Jamaludin al-Afghani,
yang pada waktu itu tahun1884 sudah berada disana. Muhammad Abduh kebetulan
diperkenankan pulang ke Mesir, sedang Jamaluddin mengembara di Eropa kemudian
terus ke Moskow.
Di Mesir Muhammad Abduh
diserahi jabatan Mufti Mesir, disamping itu ia diangkat menjadi anggota Majelis
Perwakilan (Legilative Council), Muhammad Abduh pernah juga di serahi jabatan
hakim Mahkamah, dan di dalam tugas ini ia dikenal sebagai seorang Hakim yang
adil.
Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:[15]
1.Pertama, aspek kebebasan, antara lain; dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya, MuhammadAbduh memperkecil ruang lingkupnya, yaitu Nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.
2.Kedua, aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu
diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar
pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia
dan siapa yang menyertainya.
3.Ketiga, aspek keagamaan, dalam masalah in Muhammad Abduh tidak
menghendaki adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu
terbuka.
4.Keempat, aspek pendidikan antara lain, al-Azhar mendapatkan perhatian
perbaikan, demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat
perhatiannya.
Menurut Muhammad Abduh
bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini
ada kaitannya dengan metode pendidikan. System menghafal diluar kepala perlu
diganti dengan system penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari.[16]
Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki Usmani
1.Pembaharuan Sultam Mahmud II
Pembaharuan Pemikiran
di turki oleh raja yaitu Sultan Mahmud II sama halnya dengan pembaharuan di
mesir , juga di pelopori oleh seorang raja yaitu Mohamad Ali Pasya Mahmud lahir pada tahun 1705
dan mempunyai didikan tradisional, antara
lain pengetahuan agama,pengetahuan
pemerintahan,sejarah dan satra arab,Persia dan turki. Ia di angkat menjadi
sultan di tahun 1807 dan meninggal pada tahun 1839.
Sultan Mahmud II di
kenala sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan
melanggar adapt kebiasaan lama.tradisi aristukrasi ini di langgar oleh Sultan
Mahmud II. Ia mengambil sikap demokrasi dan selalu muncul di muka umum untuk
berbicara atau mengunting pita pada acara-acara resmi.
Ia juga mengadakan
pembaharuan dalam pemerintahan kerajaan usmani. Menurut tradisi kerajaan usmani
di kepalai oleh raja yang memiliki kekuasaan duniawi dengan gelar sultan dan
kerajaan rohani dengan gelar khalifah.
dengan demikian raja usmani memiliki dua
kekuasaan,yaitu kekuasaan memerintah
Negara dan kekuasan menyiarkan atau menyebarkan agama islam.dalam melaksanakan kedua kekuasaan tersebut sultan
dibantu oleh sadrazam untuk ursan pemerintahan dan syekh islam untuk urusan keagamaan. Kedua pejabat tersebut hanya
pelaksana dan juga tidak memiliki hak suara.
Kedudukan sdrazam di
hapus oleh Sultan Mahmud II dan dig anti jabatan pedana mentri Sultan Mahmud II
adalah orang pertama yang memisahkan urusan agama dan urusan dunia.
Sultan Mahmud II juga
membuat perubahan dalam bidang pendidikan, di madrasah biasanya di berikan
pengetahuan agama.untuk memberikan pengetahuan umum di madrasah masih belum
mungkin karena itu, di samping madrasah ia mendirikan sekolah umum yang dis
ebut sekolah pengetahuan umum.
Untuk
menyebarkan ide pembaharuannya Sultan Mahmud II menerbitkan surat kabar
takvim-I vekayi yang terbit pertama kali pada tahun 1831.pembaharuan yang di
lakukan oleh Sultan Mahmud II menjadi dasar bagi usaha pembaharuan di kerajaan
usmani sesudahnya.[17]
2.TANZIMAT
Tanzimat diadakan sebagai kelanjutan usaha-usaha yang
dijalankan Sultan Mahmud II. Tanzimat berasal dari Bahasa arab yang berarti
mengatur, menyusun, memperbaiki. Di zaman ini diadakan banyak peraturan dan
undang-undang baru. Tokoh utama pembaharuan zaman Tanzimat adalah Mustafa Rasyid Pasya. Ia lahir di Istambul
tahun 1800 dan mulanya mengikuti pendidikan di madrasah. Kemudian ia menjadi
pegawai pemerintah. Tahun 1834 dikirim sebagai Duta Besar di Paris sehingga
menguasai bahasa Prancis dan mengenal ide-ide baru yang dilahirkan Revolusi
Prancis. Ia juga menjadi Duta Besar di Negara-negara lain. Lalu diangkat
menjadi Menteri Luar Negeri di tahun 1839 dan selanjutnya menjadi Perdana
Menteri. Menurut pendapatnya, kemajuan Eropa dihasilkan oleh kemajuan iptek,
juga toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari
ikatan-ikatan agama. Antara peradaban Eroba lama dan baru ada hubungan yang
tidak terputus.
Selain Mustafa Rasyid Pasya (1800—M) dan Mustafa Sami,
Shadiq Rif’at (1807—M) merupakan figur terkemuka yang menyerukan perlunya
jaminan hak-hak asasi bagi warga negara di samping keharusan pemerintah untuk
bersikap demokratis dan tidak korupi agar tercipta kemakmuran dan kemajuan.
3. USMANI
MUDA
Ide-ide pembaharuan
Tanzimat selanjutnya diusung oleh gerakan Usmani Muda yang kritis terhadap
absolutisme kekuasaan kerajaan Turki dengan tokohnya: Ziya Pasya (1825—M) dan
Namik Kemal (1840-1888 M). Gerakan pada puncaknya bermaksud menumbangkan
kekuasaan Sultan Abdul Hamid yang berakhir kegagalan. Sebab-sebab kegagalannya
antara lain:
1. Ide
yang diusungnya tidak sepenuhnya terpahami oleh kalangan istana;
2. Gerakannya
tidak memiliki asas dukungan yang cukup dari kalangan menengah yang bisa
menjembataninya berhubungan dengan kalangan lapisan bawah. Jadi cenderung
bersifat elitis dan eksklusif;
3. Tidak
adanya kekuatan yang cukup untuk menandingi pilar-pilar kekuasaan Sultan.
4.TURKI
MUDA
Dengan semakin absolutnya kediktatoran Sultan, memicu
munculnya kaum oposan dari beragam kalangan. Salah satunya adalah gerakan Turki
Muda di bawah kepemimpinan Ahmed Riza, Mehmed Murad dan Pangeran Sihabuddin.
Dari ketiga tokoh yang telah akrab bersentuhan dengan ide-ide Barat ini lahir
ide-ide rekonstruksi Turki menjadi negara konstitusional dengan struktur yang terdesentralisasi.
Jalur pendidikan tetap menjadi prioritas sebagai instrumen perubahan yang
vital. Pemuka Turki Muda tersebut kemudian bergabung bersama kalangan militer
dan elemen lainnya dalam kelompok Persatuan dan Kemajuan (Ittihad ve Terekki)
yang menginisiasi pemberontakan tahun 1908 M.
Sultan Abdul Hamid akhirnya menerima tuntutan untuk
mengadakan pemilu untuk membentuk parlemen yang kemudian diketuai oleh Ahmed
Riza. Peristiwa politik tersebut mempengaruhi stabilitas negara, dengan tanpa
dukungan dari kelompok ulama konservatif dan tarekat Bektasyi yang berpengaruh,
maka Sultan Mehmed V akhirnya naik ke tampuk kekuasaan. Pemilu selanjutnya
diadakan kembali tahun 1912 M yang dimenangkan oleh kelompok Ittihad ve
Terekki. Kekuasaan selanjutnya dipegang oleh wakil dari kalangan militer di
bawah Enver Pasya, Jemal Pasya, dan Talat Pasya. Modernisasi Turki berlangsung
kembali di segala aspeknya.
TIGA ALIRAN PEMBAHARUAN
Dari sejarah
pembaharuan Turki selanjutnya didapati tiga orientasi gerakan yang berbeda:
1. Tradisionalis,
yang kukuh dengan ide Islamisme dan perlu tegaknya pemerintahan Islam. Tokoh
utamanya adalah Mehmed Akif (1870-1938 M),
2. Nasionalis,
yang mengembangkan ide pan-Turkisme yang bercita-cita tegaknya negara Turki
yang memiliki identitas kultural otentik yang khas dan berbeda dari masyarakat
lainnya. Tokoh sayap gerakan ini adalah Zia Gokalp (1875-1924 M),
3. “Modernis”,
yang bereaksi terhadap kelompok tradisionalis dengan mengusung Islam rasional
yang akrab dengan ide-ide Barat. Mereka menyerukan perlunya masyarakat Turki
mengambil pola Barat bagi kemajuan negerinya.
Dalam banyak hal ketiga
aliran ini memiliki perbedaan pandangan yang khas. Dalam soal institusi
kenegaraan misalnya, kaum tradisionalis melihat perlunya negara Islam yang
menerapkan hukum-hukum Tuhan. Kaum modernis justru menganjurkan pemisahan
antara agama dan negara. Sementara kaum nasionalis lebih melihat pada
urgensitas langkah yang dapat mereduksi peran mahkamah syari’ah di bawah Syaikh
al-Islam yang terlampau berlebihan.
Dalam bidang ekonomi,
kaum modernis menganjurkan adopsi sistem kapitalisme dan liberalisme yang
dikecam oleh kaum tradisionalis sebagai
sistem yang sama buruknya dengan sosialisme dan komunisme. Khusus terkait bunga
bank, kaum nasionalis tidak sepakat dengan kaum tradisionalis tentang
keharamannya. Menurut mereka, yang diharamkan oleh al-Qur’an adalah bunga dalam
transaksi jual-beli uang, bukan bunga bank dari menyewakan atau meminjamkan
uang.
Sementara di bidang pendidikan, kaum modernis menuntut
kebebasan pendidikan dan mimbar akademik dengan memasukkan materi-materi
filsafat, logika dan pengetahuan Barat lainnya. Sisi lain, kaum tradisionalis
yang takut erosi terhadap identitas Islam karena pengaruh ilmu-ilmu Barat
cenderung mempertahankan sistem pendidikan madrasah. Disini kaum nasionalis
lebih berkeinginan membangun sistem pendidikan yang berakar dari nilai-nilai
kultural yang asli dari bangsa Turki.
Khusus mengenai masalah perempuan, kalangan modernis
menyerukan ide-ide persamaan hal termasuk menyerang “kerudung” sebagai simbol
yang memasung perempuan. Pemahaman ini jelas ditentang keras oleh kalangan
tradisionalis. Adapun kaum nasionalis tampaknya berpihak pada pemikiran atas
perlunya partisipasi publik bagi perempuan di bidang sosial maupun ekonomi.
Soal poligami, kaum nasionalis menyerukan penghapusannya.
5.MUSTAFA
KEMAL ATATURK
Daripada lebel seorang inspirator berdirinya republik
Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh penggerak
berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara
Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam
ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui
kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia I.
Meski demikian,
keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta
menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen
menjadi sekuler. Lika - liku gerakan pembaruan ( sekularisasi ) Turki yang
dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang
diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak
modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan
nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.
Gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk dimulai
dengan penghapusan Kesultanan Usmani pada tahun 1923 dan penghapusan khilafah
pada tahun 1924. Lembaga wakaf dihapuskan dan dikuasakan kepada kantor urusan
agama. Pada tahun 1925 beberapa thariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi
terlarang dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian tarbus dilarang. Pada
tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan dimulai
upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persi. Pada tahun
1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku
pada pola nama Barat.
Sedangkan menurut Ajid Thohir,
gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal tergambar dalam ideologi kemalisme yang
mencakup prinsip-prinsip : republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme,
sekularisme, dan revolusionisme. Dalam lapangan agama, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan, seperti pada tahun 1928,
ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam mesjid. Orang shalat
dengan menggunakan sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam sholatnya. Dan untuk
membuat sholat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi dan memiliki nilai spiritual, maka mesjid perlu
melatih para musikus. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan
alat musik barat ke dalam mesjid.
Berikut beberapa
kebijakan yang dibuat dalam undang-undang pada era rezim Mustafa Kemal adalah :
Undang - undang tentang
unifikasi dan sekularisasi pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
Undang - undang tentang
kopiyah, tanggal 1925;
Undang - undang tentang
pemberhentian petugas jemaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman, tanggal
30 November 1925;
Peraturan sipil tentang
perkawinan, tanggal 17 Februari 1926;
Undang - undang penggunaan
huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan Arab, tanggal 1 November
1928; dan
Undang - undang tentang
larangan menggunakan pakaian asli, tanggal 1934.
Pada Maret 1924 terjadilah penghapusan wilayah. Karena
tidak puas Ataturk melanjutkan wasiat majikannya. Maka pada tahun 1925
keluarlah peraturan yang melarang berbusana islami bagi laki-laki dan
perempuan, merubah salam “assalamu’alaikum” dengan anggukan kepala.
Pada tahun 1928 keluar keputusan tentang penghapusan pelajaran agama, merubah bacaan al-qur’an dan azan
dengan bahasa Turki, mengganti huruf arab dengan latin, menyamakan hak waris
antara laki-laki dengan wanita. Selain itu ada pula beberapa pembaharuan yang
ia lakukan diantaranya :
· Membolehkan
lelaki memakai celana panjang dengan syarat pakai tie dan topi (sesuai dengan
kehendak barat) .
· Beliau
pernah menegaskan bahwa “negara tidak akan maju kalau rakyatnya tidak cenderung
kepada pakaian modern”
· Mengarahkan
Al-Quran dicetak dalam bahasa Turki .
· Menukar
azan ke dalam bahasa Turki. Bahasa Turki sendiri diubah dengan membuang
unsur-unsur Arab dan Parsi.
· Satu
ucapan beliau di bandar Belikesir di mana beliau dengan terang-terangannya
mengatakan bahawa agama harus dipisahkan dengan urusan harian dan perlu
dihapuskan untuk kemajuan.
· Agama
Islam juga di buang sebagai Agama resmi negara.
· Mengubah
undang-undang perkahwinan berdaftar berdasarkan undang-undang barat.
· Menukar
Masjid Ayasophia kepada museum, ada sebagian masjid dijadikan gereja.
· Membatalkan
undang-undang waris,faraid secara Islam .
· Menghapus
penggunaan kalendar Islam dan menukarkan huruf Arab kepada huruf Latin.
Selain itu, banyak juga pembaharuan yang dilakukan oleh
Mustafa Kamal dalam menjalankan pemerintahan di Turki, antara lain seperti
dalam sidang Majlis Agung Nasional tahun 1920, ia menjadi Ketia Majlis dan
hasil dari sidang tersebut antara lain :
Kekuasaan tertinggi
terletak ditangan rakyat Turki.
Majlis Agung nasional
merupakan perwakilan rakyat tertinggi.
Majlis Agung Nasional
berfungsi sebagai badan legislative dan eksekutif.
Majlis Negara yang
anggotanya dipilih dari Majlis Nasional Agung akan menjalankan tugas
pemerintahan.
Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai
presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah yang telah terkorupsi terintangi. Ia
dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan Abdul Mejid II, serta berusaha
mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kemal
Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang
menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia
melakukan teror untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Kholifah
digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan. Setelah suasana
negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan
Nasional. Tepat 3 Maret 1924 M, ia memecat kholifah, membubarkan sistem
khilafah, dan menghapuskan sistem Islam dari negara. Hal ini dianggap sebagai
titik klimaks revolusi Mustafa Kemal Pasha.
Gerakan sekularisasi Turki oleh rezim Mustafa Kemal
berakhir seiring dengan wafatnya Mustafa Kemal pada tahun 1938. Sungguhpun
demikian, sepeninggal Mustafa Kemal Ataturk, posisi presiden Turki digantikan
oleh Ismet Inonu, seorang kolega yang sangat setia kepadanya. Dengan demikian,
proses sekukarisasi terus berjalan di Turki. Hanya saja, pergantian tampuk
pimpinan dalam rezim pemerintahan ini
memberikan peluang bagi konsepsi sistem politik baru bagi negara Turki.
Konsepsi politik baru ini terjadi setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun
1946, yang atas campur tangan pemerintah Amerika Serikat ketika itu yang
berusaha mengurangi pengaruh sistem paternalistik dan lebih cenderung menginginkan
sistem multi partai. Kondisi ini membuka jalan bagi terbentuknya partai
Demokrat ( Democrat Party ) di Republik Turki.
Dalam sistem politik multi partai inilah, akhirnya
pengaruh Partai Republik yang pernah dipimpin oleh Mustafa Kemal, cenderung
berkurang. Kecenderungan apresiasi masyarakat Turki terhadap Partai Demokrat
lebih didasarkan oleh sikap politik partai ini yang mengusung opini tentang
orientasi keagamaan baru yang berbeda daripada orientasi keagamaan di masa
rezim Mustafa Kemal bersama Partai Republik-nya.
Mustapa Kamal merupakan salah satu tokoh pembaharu dan
pemikir di Turki. Memulai karir dibidang militer sampia akhirnya ia terjun di
kancah politik dengan mengusung Gerakan Nasionalisme dan Westernisme.
Tujuan utamanya ialah untuk merubah wajah Turki kepada kemodern-an seperti
Bangsa Barat. Hal ini ia lakukan ketika ia memulai karir di kancah politik,
sampai membentuk parlemen dan terpilih menjadi Presiden Turki yang
pertama. Ada banyak sekali pembaharuan yang telah dilakukan oleh Mustapa Kamal
attaturk dalam merubah Turki dari system pemerintahan Kerajaan kepada Turki
modern yang bersiste Republik. Selain itu, beliau juga banyak menghasilkan
pemikiran-pemikiran yang diadopsi dari pemikiran Nasionalisme arab dan
pemikiran Barat untuk meruibah wajah Turki menjadi modern dan maju.[18]
C.
Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di India
1.Pembaharuan
Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu
Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada
tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi
pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil
mengenyam pendidikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar
bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang
gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika
berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula
sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya
Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya
untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan
sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam,
seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab
Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana
karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia
pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku –
buku penting mengenai Islam di India.
Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di
akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( anarkis )
terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya
Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan
terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka
ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong
orang Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia
menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan
sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah
Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg
paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan
Islam di India.
Ketika Inggris menginjakkan kakinya dan menancapkan
benderanya di India, kemudian runtuhlah perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil
dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan Mongol pada abad ke enambelas Masehi).
Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk melemahkan aqidah ummat Islam dan agar
mereka (ummat Islam) menganut paham orang-orang Inggris. Tujuan yang lain
adalah untuk mempersempit kehidupan ummat Islam dengan mengadakan berbagai
penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian maka ummat Islam tidak akan
mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan melalaikan kewajibannya. Ketika
para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan cara pertama, mereka mempergunakan
cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan untuk menghilangkan Agama Islam dari
India, sebab mereka hanya takut menghadapi kaum muslimin yang kehilangan
pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang
bernama Sayyid Ahmad Khan (gelar bangsawan di India) mendekati
penjajah Inggris untuk meraih keuntungan. Mulai dia melangkah untuk
meninggalkan agamanya (Islam) dan menganut agama yang dipeluk oleh bangsa
Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku dimana ia menyatakan bahwa Taurat dan
Injil tidak pernah diubah-ubah oleh tangan manusia, untuk mendapatkan pangkat
dari tangan penjajah. Orang Inggris tidak percaya kepadanya sehingga ia
benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah “seorang Kristen”.
Ia sadar bahwa usahanya yang hina ini sia-sia belaka dan
ia tidak mampu mengubah agama penganut Islam kecuali beberapa orang saja. Maka
ia memulai cara lain dalam pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan
memecah belah persatuan ummat Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang naturalis
ateis dan menyatakan bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam (nature) dan
bahwa alam ini tidak ada Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan bahwa semua Nabi
adalah naturalis, tidak percaya kepada Tuhan yang membuat undang-undang.
Pemerintah Inggris merasa bahagia dengan usahanya itu, dan melihat bahwa cara
tersebut adalah yang paling baik untuk merusak hati kaum Muslimin. Mereka
menghormati dan menjunjung Ahmad Khan dan membantu dia untuk mendirikan sekolah
di Alighar dengan nama sekolah “Muhammadiyin”, sebagai perangkap untuk
menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan dididik menurut pemikiran Ahmad Khan.
Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an, dimana
ia banyak mengubah maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah
bernama Tahdzibul-Akhlaq yang isinya hanya membingungkan pikiran kaum
Muslimin dan memecah belah mereka serta menyalakan api permusuhan antara ummat
Islam India dan yang lain, khususnya warga kerajaan Ottoman. Secara terus
terang ia menghilangkan seluruh agama yang ada, namun pada hakekatnya agama
Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke “alam”, dengan alasan bahwa bangsa
Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak akan memiliki ilmu pengetahuan,
kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi kecuali dengan membuang agama
dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya, yaitu menyelidiki nature
(alam). Itulah pendapatnya.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an
didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal
yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan
yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan
tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar
biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia melemahkan
kewajiban jihad pada masa yang akan datang. Dan ayat yang berhubungan dengan
Ahlul Kitab, ia tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul kitab dan ummat
Islam. Ia mengajak kerja sama antara orang-orang Islam dan orang-orang Barat,
ia mengajak kepada Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang dianjurkan oleh
semua agama samawi). Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan negara, bangsa,
agama, dan paham. Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di bidang politik
dan pendidikan disertai motivasi pembaharuan agama.
Sayyid Ahmad Khan yang
kemudian dihujat dan dicap kafir oleh para ulama’ Makkah, beliau tidak langsung
putus asa dalam memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau tidak menggubrisnya.
Sementara menurut cendekiawan muda Muslim India, beliau diagungkan karena
memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari
keterpurukan.
Sayyid Ahmad Khan
berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan
hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang
terkuat di India dan menentang kekuasaan, itu tidak akan membawa kebaikan bagi
umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan
jauh ketinggalan dari masyarakat Hindhu India.
Jalan yang harus
ditempuh umat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris
tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
Ia berusaha meyakinkan
pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan
peranan utama. Untuk itu Ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan
tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. diantara
sebab-sebab yang ia sebut adalah yang berikut:
1. Intervensi Inggris
dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada
yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan
sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan-perguruan
tinggi.
2. Tidak turut sertanya
orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga-lembaga perwakilan
rakyat, hal yang membawa kepada:
· Rakyat India tidak
mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka anggap Inggris datang untuk merobah
agama mereka menjadi Kristen.
· Pemerintah Inggris
tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
· Pemerintah Inggris
tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang
kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat.
Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India, membawa kepada
akibat yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan
atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya
berhasil dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan
sementara itu anjuran supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap
berteman dan bersahabat dengan Inggris untuk menjalin hubungan baik antara
orang Inggris dan umat Islam. Agar umat Islam dapat ditolong dari kemundurannya,
telah dapat diwujudkan dimasa hidupnya.
Diantara ide-ide yang
cemerlang itu adalah sebagai berikut :
1. Sayyid Ahmad Khan
berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan
dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di
India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam
India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh
ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan
kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Untuk dapat maju, ummat
Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan
yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang
Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia
berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam
tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia
tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah
pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat
Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman
dan bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik
antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari
kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan
melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul
peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran
manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad
Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat
bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan
kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan
kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam,
Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam
yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum
sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan).
Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud
sesuatu itu akan lenyap.
3. Sejalan dengan ide-ide
diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini.
Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist.
Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara
pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa
itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan
oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan
ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam
mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam
yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada
hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan
penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4. Yang menjadi dasar
bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah system
monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh
ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy
itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan,
tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan
yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari
perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak
dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan
kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan
ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan
dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian
ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik,
Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang
tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai
Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat
minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat
Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.
Inilah pokok-pokok
pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang
dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir.
Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal
manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada
hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka
pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
Usaha-usaha
yang dicapai oleh Sayyid Ahmad Khan.
Sebagai telah tersebut diatas, jalan bagi ummat Islam
India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan,
ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Dan agar yang
tersebut akhir ini dapat dicapai sikap mental ummat yang kurang percaya kepada
kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada
kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah
terlebih dahulu.
Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui
tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah
Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada
akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di
tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo
Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan
berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India.[19]
Biografi Shah Waliullah
(1703-1762)
Nama lengkap Nya Shah Waliullah Qutbuddin Ahmad dan dia
lahir di Phulat, sebuah kota di Muzaffarnagar , Uttar Pradesh , India pada
tanggal 21 Februari 1703. Shah Waliullah adalah keturunan dari suku Arab
Quraisy. Dari pihak ayah silsilahnya dapat ditelusuri sampai kepada
khalifah kedua Islam, Umar . Ayahnya, Shah Abdur Rahim , menamai anaknya Qutbuddin Ahmad.
Dia dijuluki sebagai 'Shah Waliullah' yang berarti "sahabat Allah",
karena kesalehan yang ia miliki. Dia adalah pengikut dari Ahlus Sunnah wal
Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi. Konon dia juga merupakan
keturunan Ulama besar India Mujaddid Alfi Sani Syeikh Ahmad Sirhindi. Banyak
kalangan genius lahir dari keluarga ini yang merupakan para Ulama dan tokoh
Sufi dan yang telah mewarnai kehidupan Islami Muslim
India.
Dia seorang yang cerdas. Di masa muda dia belajar pada
ayahnya di Madrasah Rahimiyya dan kemudian pada banyak sarjana Delhi. Dia
memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari
Al-Qur'an pada usia tujuh.Setelah itu, ia memulai pelajaran dasar di Persia dan
Arab , yang diselesaikan dalam setahun. Kemudian, ia mempelajari tata bahasadan
sintaks dari Persia dan Arab. Ia menyelesaikan studinya di filsafat dan teologi
pada usia lima belas. Dia belajar sastra Arab dan Persia dan juga
mempelajari ilmu sosial dengan mengkaji Sejarah Dunia-nya Ibnu Khaldun termasuk juga mempelajari politik. Inilah
mengapa, kendatipun dia seorang sarjana dan ulama konservatif besar,
tulisan-tulisannya mengandung gagasan politik segar dan pandangan tajam dalam
menganalisa problema politik India dan dunia Islam. Setelah itu, ia dilantik
sebagai guru pembimbing umat melalui tradisi bay'at oleh ayahnya, ia diijinkan
untuk memberikan bimbingan rohani untuk sesama Muslim selain juga menjadi
seorang ahli Hadits. Pada saat kematian ayahnya, Shah Waliullah berusia 17
tahun dan menggantikan ayahnya sebagai pengajar di madrasah Rahimiyah. Dia
menjadikan madrasah Rahimiya itu menjadi institusi ideal dengan pengajaran yang
berdedikasi dan sistem pendidikan yang direformasi. Dia memegang posisi ini
selama dua belas tahun.
Kemudian, pada 1731, Shah Waliullah melakukan Haji . Dia
mencapai Makkah pada 21 Mei dan melakukanhaji , setelah itu ia melanjutkan
perjalanan ke Madinah . Di sana, ia menghadiri majelis hadist yang diampu
Syaikh Abu Tahir Muhammad bin Ibrahim Kurdi Madani. Shah Waliullah juga
mempelajari Kutub al-Sittah, dan Muwatta’ Imam Malik, . Setelah itu, ia kembali
ke Makkah , dan kembali melakukan Haji. Di Mekkah, ia kembali mempelajari
Al-Muwatta Imam Malik untuk kedua kalinya di bawah bimbingan Shaikh Wafadullah
Maliki Makki , dan menghadiri majelis Kutub al-Sittah Syaikh Tajuddin Hanafi
Qala'i Makki. Kemudian, ia diijinkan untuk mengajar semua kitabs dari hadits
oleh Syaikh Tajuddin.Setelah itu, Shah Waliullah kembali ke India . Perjalanan
kembali ke India berlangsung enam bulan dan ia mencapai Delhi pada tanggal 1
Januari 1733.
Sekembalinya ke Delhi , ia memulai pekerjaannya sebagai
pengajar dengan sungguh-sungguh. Ini terjadi pada periode ketika umat Islam di
India sedang melewati fase paling kritis dari sejarah mereka. Seluruh tatanan
sosial, struktur politik, ekonomi dan spiritual masyarakat Muslim India hancur
berkeping-keping. Setibanya di Delhi, ia mulai mengajar murid-muridnya berbagai
pengetahuan Islam. Misinya adalah memberi mereka pencerahan akan ajaran sejati
Islam. Dia memulai pada tugas karya authoring standar pada Islam dan mampu
menyelesaikan sejumlah karya tentang Islam.
Shah Waliullah naik menjadi ulama terkemuka dari studi
Islam . Ia adalah tokoh intelektual terkemuka yang memiliki misi mereformasi
umat Islam yang dilihatnya telah jauh meninggalkan agama mereka. Kegiatannya
tidak terbatas pada bidang spiritual dan intelektual saja. Ia hidup di masa
sulit dan menyaksikan sejumlah pergolakan politik dan pergantian kekuasaan di
Delhi. Dengan wawasan yang tajam politiknya, ia mengamati kerusakan kekuasaan
Islam di India dan menulis kepada sejumlah tokoh politik untuk mencoba untuk
meningkatkan kehidupan politik umat Islam di India. Dia mendirikan beberapa
cabang Madrasah Rahimiyah di Delhi agar dapat secara efektif menyebarkan
pengetahuannya.
Pada tahun 1737 dia menterjemah Quran ke bahasa Persia
untuk pertama kalinya di India. Karena hal ini para Ulama Delhi berkampanye
menentangnya dan dia terpaksa meninggalkan Delhi untuk sementara. Putranya,
Abdul Qodir, menterjemah Quran ke Urdu untuk pertama kali di India. Berdasarkan
terjemahan Urdu inilah Girish Chandra Sen dari Bengal menterjemahkan Quran ke
bahasa Bengal untuk pertama kalinya.
Tetapi Shah Waliullah tidak lupa pada situasi politik
yang sedang terjadi di sekitarnya. Dinasti Mughal kehilangan kendali mereka
dengan cepat, kelompok Sikh, Maratha, dll mulai bangkit, sedang Inggris dan
Prancis mulai menanamkan kekuatannya - semua ini membuatnya tidak tenang. Dia
khususnya merasa malu melihat kejatuhan Muslim secara politis, agama dan
sosial, dan karenanya dia berpidato dan berceramah untuk mendorong Muslim
melakukan jihad sebagai bangsa yang bermartabat. Dua dari bukunya yang penting
dalam hal ini yaitu 'Fuyuz al-Haramayn' (Kemenangan Makkah dan
Madinah) dan 'Tafhima al-Ilahiya' (Memahami Tuhan) adalah buah
karyanya hasil refleksi keprihatinannya terhadap nasib umat Islam yang
menyedihkan.
Ide-idenya yang berapi-api inilah yang kemudian
memberi inspirasi, ketika sejumlah reformis Muslim tampil di India untuk mengingatkan
umat Islam untuk berjuang menentang kejahatan. Dia sepakat atas kepedulian
kalangan Wahabi dari Saudi Arabia untuk membasmi segala bentuk bid'ah dan
tradisi Hindu yang mengakar di kalangan Muslim. Pada waktu itu tidak ada figur
yang seperti dia, yang dapat mengajak umat Islam dengan memberi penafsiran
Quran dan Hadits secara benar. Dia memberikan penjelasan tentang jihad dan
mengilhami umat Islam seluruh India untuk berjuang menentang kejahatan dan
penindas.
Pemikiran Syah Waliullah
Pemikiran Syah Waliyullah amat berpengaruh lama dunia
Islam. Di India sendiri, pengaruhnya disebarkan menerusi murid dan
anak-anaknya, terutama anak sulungnya, Syah Abdul Aziz. Shah Waliullah
mengikuti tradisi Al-Ghazali dan Imam Shatibi dalam mengkombinasikan esensi Syariah,
pengertiannya, perkembangan dan interpretasinya pada isu-isu dan berbagai
problema kehidupan. Dia sebagaimana Al-Ghazali menggunakan akhirat sebagai poin
penjelasan atas hubungan antara eksistensi duniawi dan Akhirat. Bagi Waliullah,
urusan dunia tidak dapat disepelekan begitu saja, akan tetapi harus
diseimbangkan dengan akhirat. Mengikuti al-Ghazali, dunia ditempatkan sebagai
jalan (wasilah) menuju akhirat. Mengamini pendapat al-Shatibi, Waliullah
memandang agama bukan sekedar simbol formalitas belaka. Di balik semua ritus
formal yang kaku, ada banyak hikmah-hikmah diturunkannya syariat (maqashid
syariah), dan itulah yang esensi sesunggunya ajaran Islam. Afiliasinya ke ordo
sufistik juga mempengaruhi Waliullah untuk tidak semata-mata melihat agama dari
kacamata formalis yang rigid dan kaku.
Sebagai seorang intelektual yang hidup di masa kemunduran umat Islam, Waliullah
berupaya untuk membangkitkan kembali kesadaran umat Islam. Krisis
multidimensional yang melanda umat Islam membuat mereka terpuruk nyaris di
seluruh lini kehidupan. Kelemahan umat Islam, menurut Waliullah terletak pada
ketiadaan persatuan diantara umat. Perpecahan yang timbul di kalangan umat
Islam adalah akibat banyaknya sekte-sekte dan mazhab-mazhab yang melakukan
upaya monopoli kebenaran. Dari klaim kebenaran absolut yang dikumandangkan
sekte-sekte tersebut terjadilah pertentangan dan pertumpahan darah diantara
sesama muslim. Pertentangan antara Syiah melawan Sunni, Muktazilah dengan
Asyariyah dan Maturidiyah, kaum sufi dan kalangan formalis adalah beberapa
contoh pertentangan yang memperlemah kedudukan umat Islam. Untuk mengatasi hal
tersebut, Waliullah menyerukan persatuan seluruh umat Islam, tidak peduli
apapun sektenya. Karena itu, Waliullah menerima eksistensi kaum Syiah di
tengah-tengah umat Islam lainnya. Meskipun mendapat banyak kecaman dari
kalangan konservatif , Ia tetap menegaskan pandangannya bahwa mereka (Syiah)
memiliki kedudukan yang sama dengan Sunni dalam tradisi Islam. Prestasi
lain Waliullah adalah keberhasilannya mendamaikan pandangan wahdatul
wujud Ibnu Arabi, dan wahdatul syuhud Ahmad Sirhindi. Upayanya
tersebut didorong oleh pandangannya yang enggan melihat gerakan sufi yang
terlampau ekstrim. Afiliasinya kepada ordo sufistik ortodoks membuatnya membenci
tarekat sufi yang menyimpang maupun pandangan sufi yang ekstrim. Baginya,
tasawuf harus dikembalikan kepada batasan-batasan yang diberikan oleh al-Quran.
Sebab lain yang membuat kemunduran umat Islam adalah masuknya adat istiadat
bukan Islam yang kemudian dianggap bagian dari ajaran Islam. Menurutnya,
umat Islam India banyak sekali dipengaruhi adat-istiadat Hindu. Oleh karena itu
ia sependapat dengan Muhammad bin Abd al-Wahab bahwa keyakinan umat Islam harus
dibersihkan dari tahayul, bid’ah dan khurafat semacam itu. Syah Waliullah menyajikan Islam dalam
bentuknya yang otentik –seperti Islam pada 2 abad pertama dari kemunculannya-
dan membuang semua tambahan (bid’ah) tak perlu yang muncul pada abad-abad
sesudahnya.
Mengikuti jejak dua pemikir besar Islam, al-Ghazali dan
Ibnu Taimiyah, Syah Waliullah sangat menentang taklid dan menganjurkan untuk
melakukan optimalisasi fungsi akal. Dengan melakukan taklid, umat Islam tidak
akan menemukan solusi keluar dari krisis multidimensi, karena hanya mengekor
pendapat ulama terdahulu yang memiliki konteks sejarah dan tantangan zaman yang
berbeda dengan umat Islam di India ketika itu. Untuk memecahkan persoalan ini
Waliullah menyerukan dibukanya pintu ijtihad agar umat Islam terdorong
menggunakan akalnya untuk memahami al-Quran dan dalam rangka memecahkan
problema sosial yang dihadapi. Untuk memahami al-Quran, perlu mempelajari latar
belakang sosial masyarakat Arab ketika itu, disamping juga memperhatikan
sebab-sebab khusus diturunkannya suatu ayat (asbab al-nuzul) untuk kemudian
dikontekstualisasikan dengan realitas dimana umat Islam tinggal. Tanpa ijtihad,
semua itu tak akan pernah tercapai.
Dalam rangka mensukseskan gerakan purifikasi agama yang
ia canangkan, Syah Waliullah memberikan pembedaan epistemologis antara dua
bentuk Islam; universal dan lokal. Menurutnya, Islam universal mengandung
konsepsi umum, dasar-dasar pokok dan esensi dasar dari ajaran islam. Sementara
itu Islam lokal adalah bentuk Islam yang kental dipengaruhi corak lokal.
Keduanya bukanlah dua entitas yang berbeda, sebaliknya dengan adanya lokalitas,
ajaran Islam lebih mudah dipahami karena diadaptasikan dengan kulur lokal yang
akrab di telinga masyarakat. Dan inilah sesunggunya keunggulan Islam.
Untuk lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat lokal,
Waliullah mengambil inisiatif untuk menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa
Persia yang banyak dipakai di kalangan Islam terpelajar di India ketika itu.
Meskipun dikecam banyak kalangan karena penerjemahan al-Quran ketika itu masih
dianggap tabu, Waliullah tetap dalam misinya tersebut. Baginya, sia-sia belaka
apabila umat Islam membaca sesuatu yang tidak ia pahami kandungannya.
Di bidang sosial-ekonomi, Waliullah memiliki konsep yang
membela kaum miskin tertindas. Gagasan inti konsep tersebut terpusat pada
distribusi kekayaan negara secara merata. Ia menolak keras praktek monopoli
yang menyebabkan larinya kekayaan ke tangan segelintir orang, sementara
sebagian besar lainnya berada di bawah garis kemiskinan. Dengan konsep ini
Waliullah berharap fenomena ketimpangan dan ketidakadilan sosial dapat
teratasi.
Shah Waliullah memiliki seorang putra dan 5 putri dari
istri pertamanya. Istri keduanya memberinya empat putra: Shah Abdul Aziz
Muhaddis Dehlvi, Shah Rafiuddin, Shah Abdul Qadir, dan Shah Abdul Ghani. Pada
tanggal 20 Agustus 1762, Shah Waliullah meninggal dan dimakamkan di pemakaman
Munhadian, di samping pusara ayahnya. Perjuangannya kemudian dilanjutkan oleh
putranya, Syah Abdul Aziz (1746-1824), dan cucunya Ismail (1781-1831).[20]
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
pembaharuan Pendidikan Islam sangat banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan
penting dalam sistem pembaharuannya. Yang menjadi tolak ukur bagi kita untuk
kedepan nya dalam mengembangkan atau menlanjutkan pergerakan mereka di dalam
bidang Pendidikan islam .
Di antara lain :
- Pembaharuan saudi arabia
a.
Ibn Taimiyah
b.
Muhammad Ibn Abd Al Wahab
- Pembaharuan
di Mesir
a. Muhammad
Ali
b. Jamaludin
al-Afghani
c. Al
tahtawi
d. Muhammad
Abduh
- Pembaharuan
di Turki
a. Sultan
Mahmud II
- Pembaharuan
di India
a. Syah
Waliullah
b. Sayyid Ahmad Khan
Daftar
Pustaka
Asmuni, Yusran, 1998,
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam dunia Islam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Nasution, Harun, 2003,
Pembaharuan Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta .
Asmuni, Yusran, 1998,
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam dunia Islam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta .
Syah Waliullah al-Dihlawi, Pengetahuan
Suci, terj. (Surabaya: Risalah Gusti, 2002).
http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html
, senin 17 Maret 2014
[1]
http://mawarper1.blogspot.com/2013/03/tokoh-gerakan-pembaharuan-islam.html
[2]
http://mawarper1.blogspot.com/2013/03/tokoh-gerakan-pembaharuan-islam.html
[3]
Drs. H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan
Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta , hlm. 69.
[4]
Ibid.
[5]
Ibid, hlm. 71.
[6]
Harun Nasution, Op. Cit, hlm. 30-31.
[7]
Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 71-72
[9]
Ibid, hlm, 34-35.
[10]
Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 76.
[11]
Dr. Ali Mufrodi, Op. Cit. hlm. 155-156.
[12]
http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html
, senin 17 Maret 2014
[13]
Dr. Ali mufrodi, Op. Cit, hlm. 159.
[14]
Drs. Yusran Asmuni, Op. Cit, hlm. 79
[15]
Ibid, hlm. 80-82.
[16]
Ibid.
[17]
http://kampinfo.blogspot.com/2012/10/pembaharuan-islam-modern-di-turki.html
SENIN 17 Maret 2014
[18]
Dhabith Tarki Sabiq. 2008. Kamal Attaturk, Pengusung Sekularisme dan
Penghancur Khilafah Islamiyah. Senayan Publishing. Jakarta.
[19]
H.A. Ali, Mukhti, Aliran Pemikiran Modern
dalam Islam di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,1993
[20]
Syah Waliullah al-Dihlawi, Pengetahuan
Suci, terj. (Surabaya: Risalah Gusti, 2002).